Ismail Halim Tawakkal,S.Pd Ismail Halim Tawakkal: 10/04/10

Senin, 04 Oktober 2010

segeri

Asal Muasal Nama

Kata “Segeri” diduga berasal dari Bahasa Bugis, “Se’geri”, yang artinya kurang lebih. Dalam tutur masyarakat sehari – hari kata ini seringkali dimaknai sebagai “tegas”, “menegaskan” atau “menggertak”. Penamaan ini diduga berkaitan dengan watak pemberani Orang Segeri karena dari perjalanan sejarahnya yang banyak makan asam garam dalam peperangan, terlahir dari situasi perang dan pembunuhan. Mereka diharuskan tegas dan tidak boleh kalah gertak dari orang lain. Kata “Segeri” banyak pula yang mengatakannya berasal dari kata “ Sigere’ – gere’ ” (Bugis : Saling membunuh atau saling memotong). Dugaan ini dilatar belakangi terjadinya peristiwa pertumpahan darah / perang di daerah itu pada masa lampau, dimana daerah itu menjadi tempat bertemunya dua orang atau dua kelompok yang sama – sama mempertaruhkan siri’nya (harga dirinya) yang harus terbalaskan (terbayar) setelah pertumpahan darah terjadi sebagai tumbalnya. Namun ada pula yang mengatakan bahwa kata “Segeri” berasal dari kata “Sigegeri” (Makassar : geger ; ribut diringi tawa terbahak – bahak ; saling melampiaskan rasa senangnya ; ramai). Namun dugaan yang terakhir ini kurang mendapatkan konfirmasi dari banyak kalangan mengingat masyarakat Segeri adalah masyarakat berpenutur Bahasa Bugis.

[sunting] Sejarah Kekaraengan Segeri

Kekaraengan di Segeri dikepalai oleh seorang Karaeng yang dibawahnya ada 33 Kepala kampong , diantara mana seorang yang bergelar Sullewatang, seorang bergelar Jennang, tiga orang bergelar gallarang dan duapuluh delapan orang bergelar Matowa. Dahulu Karaeng Segeri dibantu oleh seorang petugas yang disebut Sullewatang, akan tetapi jabatan itu sudah agak lama terlowong dan tidak lagi diisi karena tidak lagi dianggap perlu.
Kekaraengan Segeri sudah berdiri lama menurut riwayat adalah seorang kemenakan (anak dari saudara perempuannya) dari Raja Gowa yang bernama I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga (Raja Gowa X) menjadi Karaeng (Raja) di Segeri, yaitu di sekitar Tahun 1546 – 1565. Raja Gowa ini menaklukkan Kerajaan Siang. Karaeng Segeri yang termaksud itu juga yang pertama – tama diangkat oleh rakyat Tanete menjadi Raja di Tanete, yang pada waktu itu masih dinamai Kerajaan Agang Nionjo. Raja Tanete tersebut lazim disebut Datu GollaE, menurut nama sebuah kampong yang bernama GollaE, terletak dalam Kerajaan Segeri.
Oleh karena sejak Datu GollaE menjadi karaeng di Segeri telah mengakui kekuasaan tertinggi dari Gowa, dengan sendirinya sewaktu beliau diangkat menjadi raja (Datu) di Agang Nionjo, kerajaan ini dibawah pengaruh kekuasaan Gowa, walaupun dikatakan bahwa Agang Nionjo dengan Gowa hanya terwujud suatu persekutuan (verbond). Pada peristiwa perwujudan persekutuan itu, sarung dari keris arajang Kerajaan Agang Nionjo diberikan kepada Gowa, sedangkan mata dari keris arajang itu disimpan sendiri oleh Agang Nionjo. Keris arajang tersebut dinamai Daeng Tamacinna yang sebenarnya berasal dari To Sangiang (To-manurung) yang mula – mula mendirikan Kerajaan Agang Niondjo. (Makkulau, 2007)
Diantara tahun 1619 dan 1630 Kerajaan Segeri, bersamaan dengan kerajaan – kerajaan kecil yang terletak di sebelah selatan, ditaklukkan oleh Raja Gowa, Sultan Alauddin Tumenanga di Gaukangna. Dalam Tahun 1667 sewaktu Gowa dikalahkan oleh Belanda, Kerajaan Segeri ditaklukkan dengan senjata oleh Belanda dan menurut pasal 20 Perjanjian Bungaya, Kerajaan Segeri dijadikan “Noorderprovincien” (Daerah – daerah utara), dibawah kekuasaan langsung Kompeni Belanda. Tahun 1776, La Tenri Sessu Arung Pantjana Petta LaoE ri Segeri, putera dari We Tenrileleang, Datu Tanete / PayungE ri Luwu XXVI, yang lebih dikenal dengan nama Sultana Aisyah MatinroE ri Soreang, mendapat izin tinggal dari belanda untuk menetap di Segeri. Rakyat Segeri mengakui La Tenrisessu selaku rajanya.
Sementara kekuasaan kompeni Belanda di Noorderdistricten hilang disebabkan oleh penyerbuan – penyerbuan dari orang – orang Bone diantara Tahun 1776 dan 1799, maka Karaeng segeri, La Tenrisessu Arung Pantjana dengan bantuan dari Addatuang Sidenreng, Arung Berru, dan Datu Tanete, memberi pukulan yang hebat kepada Raja Bone, La Tenritappu (MatinroE ri Rompegading). Enam tahun kemudian Noorderdistricten (termasuk Segeri) jatuh ke dalam tangan orang – orang Bone. Beberapa tahun kemudian, sewaktu orang Inggris pada tahun 1814 mengambil alih pemerintahan Belanda, Inggris dapat mengusir orang – orang Bone dari daerah – daerah tersebut. Akan tetapi dalam tahun 1815, sewaktu tentara Inggris meninggalkan daerah – daerah itu, orang – orang Bone kembali lagi menguasai daerah tersebut. Mereka itu dibantu oleh datu Tanete yang dengan kekuatan 3000 orang menyerbu masuk dan menguasai daerah – daerah itu sampai Maros. Tak lama kemudian orang Inggris dengan bantuan dari lasykar Gowa mengusir orang – orang Tanete sampai ke Pangkajene dan Labakkang.
Inggris bersama lasykar Gowa tidak dapat memukul mundur orang – orang Tanete lebih jauh, sementara itu Bone dengan lasykar yang kuat menyerbu masuk ke Maros dan mengusir orang – orang Gowa yang berkedudukan di Maros. Dalam tahun 1816 tentara Inggris mengusir orang – orang Bone dari daerah Maros, namun pada tahun itu juga Belanda mengambil alih pemerintahan Inggris di Sulawesi. Belanda berusaha mengusir orang – orang Tanete dari Labakkang dan Pangkajene, tetapi hasilnya tidak berarti. Baru dalam tahun 1824, belanda dapat menguasai kembali seluruh Noordendistrichten. Belanda menyerahkan pemerintahan atas Segeri kepada sahabatnya,La Abdul Wahab Mattotorangpage Daeng Mamangung. (Makkulau, 2008)
Kekaraengan Segeri diawali dengan keregent-an (regenschap) dilebur pada Onderafdeeling Maros, disesuaikan dengan Stbl No. 31a tahun 1824. kekaraengan Segeri terdiri dari 33 Kampung. Dalam upacara – upacara adat di Segeri, maka Matowa Segeri yang memegang peranan penting, lebih daripada teman – teman sejawatnya. Menurut riwayat, Dahulu Segeri diperintah oleh seorang raja, kini Segeri merupakan persekutuan hokum yang dikepalai oleh seorang Matowa. Kekaraengan Segeri mempunyai empat bajak selaku arajang (pusaka) Segeri, sekarang menjadi kecamatan, sedangkan kekaraengan Mandalle dilebur dan dimasukkan ke dalam wilayah Kecamatan Segeri. Nanti pada Tahun 2000, Mandalle dipisahkan dari Segeri dan dijadikan satu kecamatan tersendiri. Yang terakhir jadi Karaeng Segeri ialah Andi Page. Kemudian beliau jadi Camat Segeri, setelah meninggal dunia, beliau digantikan oleh Andi Sakka, beliau digantikan oleh Letnan Daeng Tiro.